Di Subuh yang dingin. ku dapati ibu
sudah sibuk memasak di dapur.
"Ibu masak apa? Bisa ku
bantu?"
"Ini masak gurame goreng sama
sambal tomat kesukaan Bapak" sahutnya.
"Alhamdulillah, mantap pasti, Eh
Bu.. calon istriku kayaknya dia tidak bisa masak loh..."
"Iya terus kenapa..?"
Sahut Ibu.
"Ya tidak kenapa-kenapa sih
Bu.. hanya cerita saja, biar ibu tak kecewa, hehehe"
"Apa kamu pikir bahwa memasak,
mencuci, menyapu, mengurus rumah dan lain lain itu kewajiban wanita?"
Aku menatap Ibu dengan tak paham.
Lalu beliau melanjutkan,
"Ketahuilah Nak, itu semua adalah kewajiban lelaki. kewajiban kamu nanti
kalau sudah beristri." katanya sambil menyentil hidungku.
"Lho, bukankah Ibu setiap hari
melakukannya?"
Aku masih tak paham juga,
Lalu beliau melanjutkan, "Kewajiban Istri adalah taat dan mencari
ridho suami." kata ibu.
"Karena Bapakmu mungkin tidak
bisa mengurusi rumah, maka ibu bantu mengurusi semuanya. bukan atas nama
kewajiban, tetapi sebagai wujud cinta dan juga wujud istri yang mencari ridho
suaminya"
Saya makin bingung Bu.
Lalu ibu melanjutkan, "Baik,
anandaku sayang. Ini ilmu buat kamu yang mau menikah."
Beliau berbalik menatap mataku,
"Menurutmu, pengertian nafkah
itu seperti apa? bukankah kewajiban lelaki untuk menafkahi Istri? baik itu
sandang, pangan, dan papan?" tanya Ibu.
"Iya tentu saja Bu… "
jawab Aku.
Lalu ibu melanjutkan, "Pakaian
yang bersih adalah nafkah, sehingga mencuci adalah kewajiban suami, makanan
adalah nafkah, maka kalau masih berupa beras, itu masih setengah nafkah, karena
belum bisa di makan, sehingga memasak adalah kewajiban suami. lalu menyiapkan
rumah tinggal adalah kewajiban suami, sehingga kebersihan rumah adalah kewajiban
suami."
Mataku membelalak mendengar uraian
Bundaku yang cerdas dan kebanggaanku ini.
"Waaaaah.. sampai segitunya
bu..? lalu jika itu semua kewajiban suami, kenapa ibu tetap melakukan itu
semuanya tanpa menuntut Bapak sekalipun?"
Ibu menjawab, "Karena Ibu juga
seorang istri yang mencari ridho dari suaminya, ibu juga mencari pahala agar
selamat di akhirat sana, karena Ibu mencintai Bapakmu, mana mungkin Ibu tega
menyuruh Bapakmu melakukan semuanya. Jika Bapakmu berpunya mungkin pembantu bisa
jadi solusi. tapi jika belum ada, ini adalah ladang pahala untuk Ibu."
Aku hanya diam terpesona.
Lalu ibu melanjutkan, "Pernah
dengar cerita Fatimah yang meminta pembantu kepada Ayahandanya, Nabi, karena
tangannya lebam menumbuk tepung? Tapi Nabi tidak memberinya. Atau pernah dengar
juga saat Umar bin Khatab diomeli Istrinya? Umar diam saja karena beliau tahu
betul bahwa wanita kecintaannya sudah melakukan tugas macam-macam yang
sebenarnya itu bukanlah tugas si Istri."
"Iya Buu..."
Aku mulai paham,
"Jadi Laki-Laki selama ini
salah sangka ya Bu, seharusnya setiap lelaki berterimakasih pada Istrinya.
Lebih sayang dan lebih menghormati jerih payah Istri." lalu Ibuku
tersenyum.
"Eh. Pertanyaanku lagi Bu,
kenapa Ibu tetap mau melakukan semuanya padahal itu bukan kewajiban Ibu?"
"Menikah bukan hanya soal
menuntut hak kita, Nak. Istri menuntut suami, atau sebaliknya, tapi banyak hal
lain, menurunkan ego, menjaga keharmonisan, mau sama mengalah, kerja sama, kasih
sayang cinta dan persahabatan. Menikah itu perlombaan untuk berusaha melakukan
yang terbaik satu sama lain, yang wanita sebaik mungkin membantu suaminya, yang
lelaki sebaik mungkin membantu Istrinya, ttoh impiannya rumah tangga sampai
Surga"
"MasyaAllah.... eeh kalo calon
istriku tahu hal ini lalu dia jadi malas ngapa-ngapain, gimana Bu ?"
"Wanita beragama yang baik
tentu tahu bahwa ia harus mencari keridhoan Suaminya. Sehingga tidak mungkin
setega itu. Begitu pun sebaliknya lelaki beragama yang baik tentu juga tahu
bahwa Istrinya telah banyak membantu sehingga tidak ada cara lain selain lebih mencintainya"...
0 comments:
Post a Comment